Gagal Jantung merupakan sindrom klinis yang kompleks dengan gejala-gejala yang tipikal dari sesak napas (
dispneu) dari mudah lelah (
fatigue) yang dihubungkan dengan kerusakan fungsi maupun struktur dari
jantung yang menggangu kemampuan
ventrikel untuk mengisi dan mengeluarkan
darah ke sirkulasi. Gagal jantung umumnya didapatkan pada populasi usia tua, serta pada orang-orang yang selamat dari
infrak miokard dengan kerusakan
otot jantung persisten.
Entitas gagal jantung mudah sekali diketahui oleh dokter yang
berpengalaman, dapat ditemukan di komunitas masyarakat dan pengobatan
yang tepat dapat mengurangi
morbiditas dan
mortalitasnya.
Walaupun biomelekuler dan fisiologi yang terintergrasi dengan gagal
jantung masih belum dapat dipahami, beberapa konsep dan prinsip
patofiologi telah berkembang dalam satu dekade terakhir ini. Kunci utama
gagal jantung adalah ketidakmampuan jantung untuk bekerja sebagai
pompa. Respon-respon tubuh berupa respon
adaptif sekunder tetap mempertahankan fungsi
sirkulasi
jangka pendek, tetapi kemudian akan menjadi maladaptif dan menjadi
gagal jantung kronis. Respon-respon adaptasi pada gagal jantung ini
terjadi pada sirkulasi perifer, ginjal maupun otot jantung. Perubahan
ini mengakibatkan timbulnya
sindrom klinis gagal jantung. Pemahaman bagaimana perubahan ini terjadi menghasilkan pandangan dalam
patofisiologi gagal jantung.
Epidemiologi
Prevalensi
gagal jantung kronik diprediksi akan makin meningkat seiring dengan
meningkatnya penyakit hipertensi, diabetes melitus dan iskemi terutama
pada populasi usia lanjut. Semakin tua dan berhasilnya pengobatan infrak
miokard akut suatu populasi maka prevalensi gagal jantung makin
meningkat. Peristiwa penyakit gagal jantung makin meningkat sejalan
dengan meningkatnya usia harapan hisup penduduk. Di Eropa, tiap tahun
terjadi 1,3 kasus per 1000 penduduk yang berusia 25 tahun. Kasus ini
meningkat 11,6 pada manula dengan usia 85 tahun ke atas.
Saat ini diperkirakan 5 juta penduduk
Amerika Serikat
menderita gagal jantung, dengan 550.000 jumlah kasus baru
terdiagnosisi setiap tahunnya. Disamping itu gagal jantung kronis juga
menjadi penyebab 330.000 kematian setiap tahunnya. Lebih dari 34 milyar
USD dibutuhkan setiap tahunnya untuk perawatan medis penderita gagal
jantung kronis. Bahkan di Eropa diperkrakan membutuhkan sekitar 1% dari
seluruh anggaran belanja kesehatan masyarakat. Prevalensi penyakit ini
meningkat sesuai dengan usia berkisar dari <1% pada usia kurang
dari 50 tahun hingga 5% pada usia antara 50 dan 70 tahun dan 10% pada
usia lebih dari 70tahun
Etiologi
Penyebab gagal jantung dapat diklasifikasikan dalam enam kategori utama, yaitu:
- Kegagalan yang berhubungan dengan abnormalitas miokard, dapat disebabkan oleh hilangnya miosit (infrak miokard, kontraksi yang tidak terokoordinasi (left bundle branch block), kurangnya kontraktilitas (kardiomiopati)).
- Kegagalan yang berhubungan dengan overload (hipertensi)
- Kegagalan yang berhubungan dengan katup
- Kegagalan yang disebabkan abnormalitas ritme kardiak (takikaro)
- Kegagalan yang disebabkan anormalitas perikard atau efusi perikard (temponade)
- Kelainan kongenital jantung
Karena setiap bentuk penyakit jantung dapat mengarah pada gagal
jantung, tidak ada satupun mekanisme kausatif. Studi populasi di
London Selatan
mendapatkan bahwa persentase penyebab gagal jantung yang tidak
diketahui pada populasi kurang dari 75 tahun turun dari 42% menjadi 10%
setelah dilakukan
skintigrafi nuklir dan
kateterisasi jantung, sedangkan persentase penyebab gagal jantung oleh penyakit
arteri koroner (
CAD) naik dari 29% menjadi 52%.
Patofisiologi
Gagal
jantung dapat dilihat sebagai suatu kelainan yang progresif, dapat
terjadi dari kumpulan suatu kejadian dengan hasil akhir kerusakan
fungsi miosit jantung atau gangguan kemampuan kontraksi miokard.
Beberapa mekanisme kompensatorik diaktifkan untuk mengatasi turunnya
fungsi jantung sebagai pompa, di antaranya sistem
adrenergik,
renin angiotensin ataupun
sitokin. Dalam waktu pendek beberapa mekanisme ini dapat mengembalikan fungsi
kardiovaskuler
dalam batas normal, menghasilkan pasien asimptomatik. Meskipun
demikian, jika tidak terdeteksi dan berjalan seiring waktu akan
menyebabkan kerusakan
ventrikel dengan suatu keadaan remodeling sehingga akan menimbulkan gagal jantung yang
simptomatik.
Mekanisme Neurohormonal
Beberapa ahli menyarankan gagal jantung dilihat dalam suatu
model neurohormonal yaitu gagal jantung yang berkembang sebagai hasil ekspresi berlebihan suatu
molekul
yang secara biologis aktif, yang dapat memberikan efek merusak jantung
dan sirkulasi. Pengaturan mekanisme neurohormonal ini dapat bersifat
adaptif ataupun maladaptif. Sistem ini bersifat adaptif apabila sistem
dapat memelihara tekanan perfusi arteri selama terjadi penurunan curah
jantung. Sistem ini menjadi maladaptif apabila menimbulkan peningkatan
hemodinamik melebihi batas ambang normal, menimbulkan peningkatan kebutuhan oksigen, serta memicu timbulnya cedera sel miokard.
Kesalahan pengutipan: Tag <ref>
tidak sah; nama tidak sah; misalnya, terlalu banyak
Adapun pengaturan neurohormonal sebagai berikut:
Kesalahan pengutipan: Tag <ref>
tidak sah; nama tidak sah; misalnya, terlalu banyak Kesalahan pengutipan: Tag <ref>
tidak sah; nama tidak sah; misalnya, terlalu banyak
Pada gagal jantung terjadi penurunan curah jantung. Hal ini akan dikenali oleh baroreseptor di
sinus caroticus dan
arcus aorta,
kemudian dihantarkan ke medula melalui nervus IX dan X,yang akan
mengaktivasi sistem saraf simpatis. Aktivasi sistem saraf simpatis ini
akan menaikkan kadar
norepinefrin
(NE). Hal ini akan meningkatkan frekuensi denyut jantung, meningkatkan
kontraksi jantung serta vasokonstriksi arteri dan vena sistemik.
Walaupun NE meningkatkan kontraksi dan mempertahankan tekanan darah,
tetapi kebutuhan energi miokard menjadi lebih besar, yang dapat
menimbulkan iskemi jika tidak ada penyaluran O
2 ke miokard.
Dalam jangka pendek aktivasi sistem adrenergik dapat sangat membantu,
tetapi kemudian akan terjadi maladaptasi. Pada gagal jantung kronik akan
terjadi penurunan konsentrasi norepinefrin jantung, mekanismenya masih
belum jelas, mungkin berhubungan dengan
"exhaustion phenomenon" yang berasal dari aktivasi sistem adrenergik yang berlangsung lama.
Apabila curah jantung menurun, akan terjadi aktivasi sistem
renin-angiotensin-aldosteron. Beberapa mekanisme seperti hipoperfusi
renal, berkurangnya natrium terfiltrasi yang mencapai makula densa
tubulus distal, dan meningkatnya stimulasi simpatis ginjal, memicu
peningkatan pelepasan renin dari aparatus juxtaglomerular. Renin memecah
empat asam amino dari angiotensinogen I, dan
Angiotensin-converting enzyme
akan melepaskan dua asam amino dari angiotensin I menjadi angiotensin
II. Angiotensin II berikatan dengan 2 protein G menjadi angiotensin
tipe 1 (AT
1) dan tipe 2(AT
2). Aktivasi reseptor AT
1 akan mengakibatkan vasokonstriksi, pertumbuhan sel, sekresi aldosteron dan pelepasan
katekolamin, sementara AT akan menyebabkan
vasodilatasi,
inhibisi pertumbuhan sel,
natriuresis dan pelepasan
bradikinin.
Angiotensin II
mempunyai beberapa aksi penting dalam mempertahankan sirkulasi
homeostasis dalam jangka pendek, namun jika terjadi ekspresi lama dan
berlebihan akan masuk ke keadaan maladaptif yang dapat menyebabkan
fibrosis pada jantung, ginjal dan organ lain. Selain itu, juga akan
mengakibatkan peningkatan pelepasan NE dan menstimulasi korteks adrenal
zona glomerulosa untuk memproduksi aldosteron. Aldosteron memiliki efek
suportif jangka pendek terhadap sirkulasi dengan meningkatkan
reabsorbsi natrium. Akan tetapi jika berlangsung relatif lama akan
menimbulkan efek berbahaya, yaitu memicu
hipertrofi
dan fibrosis vaskuler dan miokardium, yang berakibat berkurangnya
compliance vaskuler dan meningkatnya kekakuan ventrikel. Di samping itu
aldosteron memicu disfungsi
sel endotel,
disfungsi baroreseptor,
dan inhibisi uptake norepinefrin yang akan memperberat gagal jantung.
Mekanisme aksi aldosteron pada sistem kardiovaskuler nampaknya
melibatkan stres oksidatif dengan hasil akhir
inflamasi pada jaringan.
Pada pasien gagal jantung terdapat peningkatan kadar
ROS.
Peningkatan ini dapat diakibatkan oleh rangsangan dari ketegangan
miokardium, stimulasi neurohormonal (angiotensin II, aldosteron, agonis
alfa adrenergik, endothelin-1) maupun sitokin inflamasi (tumor necrosis
factor, interleukin-1). Efek ROS ini memicu stimulasi hipertrofi
miosit, proliferasi fibroblast dan
sintesis collagen. ROS juga akan memengaruhi sirkulasi perifer dengan cara menurunkan bioavailabilitas NO.
Hormon hipofisis posterior ini meningkat pada gagal jantung, efek
selulernya terjadi jika berikatan dengan 3 tipe reseptor, yaitu V1a, V1b
dan V2. Reseptor V1a akan menyebabkan vasokonstriksi, agregasi
platelet dan stimulasi faktor pertumbuhan miokard. V1b akan memodulasi
sekresi ACTH, sedangkan V2 akan menimbulkan efek
antidiuretik.
Terdiri dari
Atrial Natriuretic Peptide(ANP),
urodilantin,
Brain Natriuretic Peptide (BNP),
C-type Natriuretic Peptide(CNP) dan
Dendroaspis Natriuretic Peptide
(DNP). ANP diproduksi terutama di atrium jantung, BNP di ventrikel
jantung, keduanya diproduksi sebagai respon terhadap peningkatan tebal
jantung. Natriuretic peptide menstimulasi produksi second messenger cGMP
melalui ikatannya dengan
natriuretic peptide A receptor (NPR-A) yang mengikat ANP dan BNP, dan
natriuretic peptide B receptor
(NPR-B) yang mengikat CNP. Kedua reseptor ini berikatan juga dengan
guanylate cyclase. Aktivasi NPR-A dan NPR-B menghasilkan keadaan
natriuresis, vasorelaksasi, inhibisi renin dan aldosteron serta inhibisi
fibrosis. ANP dan BNP mungkin berperan dalam mekanisme penting untuk
mempertahankan homeostasis natrium dan air. Akan tetapi nampaknya
natriuretic peptide menjadi tumpul peranannya pada gagal jantung,
mungkin karena tekanan perfusi ginjal yang rendah, defisiensi relatif
atau perubahan bentuk molekuler natriuretic peptide atau penurunan
fungsi reseptor natriuretic peptide.
Kesalahan pengutipan: Tag <ref>
tidak sah; nama tidak sah; misalnya, terlalu banyak
Terdiri dari tiga tipe, yaitu ET-1,ET-2 dan ET-3, ketiganya
berpotensi kuat untuk menyebabkan vasokonstriksi. Walaupun endotelin
umumnya dikeluarkan oleh sel endotel, namun dapat juga oleh tipe sel
lain, contohnya miosit kardiak. ET-1 merupakan bentuk yang paling sering
terekspresi di antara famili endotelin lainnya. Dua subtipe reseptor
endotelin yang telah ditemukan pada miokard manusia, yaitu tipe A dan B.
Reseptor ET(A) menimbulkan vasokonstriksi, proliferasi sel, hipertrofi
patologis, fibrosis dan peningkatan kontraktilitas, sedangkan ET(B)
berperan dalam menghilangkan efek ET-1, pelepasan NO dan prostasiklin.
Pelepasan ET dari sel endotel dapat ditingkatkan oleh beberapa agen
vasoaktif (NE, angiotensin II, trombin) dan sitokin (TNF, IL-1,TGF).
Remodeling Ventrikel Kiri
Neuropeptide Y merupakan agen vasokonstriktor yang disekresi
bersama NE dari akhiran saraf simpatis. Neuropeptid ini memicu
vasokontriksi perifer serta menimbulkan efek potensiasi terhadap efek
vasokontriksi oleh alfa adrenergik dan angiotensin. Zat ini juga
menghambat pelepasan asetilkolin dari sistem saraf simpatis. Pada
pasien gagal jantung moderat dan berat terdapat peningkatan kadar
neuropeptide Y yang sejalan dengan peningkatan kadar NE.
Pada beberapa pasien gagal jantung ditemukan peningkatan kadar
urotensin II.
Urotensin menimbulkan vasokonstriksi sehingga menimbulkan anggapan
bahwa urotensin II ini mempunyai kontribusi dalam peningkatan resistensi
vaskuler.
Radikal bebas ini dihasilkan oleh tiga tipe isoform sintase, yaitu
NOS1, NOS2 dan NOS3. NOS1 terdapat di jaringan konduksi jantung, neuron
intrakardiak dan retikulum sarkoplasma miosit jantung, NOS2 terdapat
di miokard yang merespon terhadap sitokin inflamasi, sedangkan yang
terakhir terdapat di endotel koroner, endokard serta sarkolema dan
membran tubulus T miosit jantung. NOS1 dan NOS3 dapat diaktifkan oleh
kalsium dan kalmodulin, sedangkan NOS2 tidak perlu kalsium. NO akan
mengaktifkan guanylate cyclase, kemudian akan menghasilkan cGMP. cGMP
ini menyebabkan relaksasi otot polos vaskuler sehingga terjadi
vasodilatasi. Akan tetapi hal ini tidak terjadi pada gagal jantung,
fungsinya menjadi tumpul karena penurunan ekspresi dan aktivitas NOS3.
Penelitian menunjukkan bahwa bradikinin berperan penting dalam
pengaturan tonus pembuluh darah. Bradikinin akan berikatan dengan
reseptor B1 dan B2. Sebagian besar efek bradikinin diperantarai lewat
ikatan dengan reseptor B2. Ikatan dengan reseptor B2 ini akan
menimbulkan vasodilatasi pembuluh darah. Pemecahan bradikinin akan
dipicu oleh ACE.
Kadar adrenomedullin meningkat pada pasien gagal jantung.
Adrenomedullin ini dikeluarkan sebagai kompensasi efek vasokonstriksi
beberapa hormon. Kadar adrenomedullin yang tinggi menyebabkan penurunan
tekanan darah, penurunan tekanan pengisian ventrikel, meningkatkan
curah jantung, memperbaiki fungsi ginjal, serta menurunan kadar
aldosteron.
Pada pasien gagal jantung didapatkan penurunan kadar apelin dalam
sirkulasi. Apelin mempunyai efek vasodilatasi dan menurunkan tekanan
darah. Apelin juga mempunyai efek inotropik positif dan menimbulkan
diuresis dengan menghambat hormon ADH.
Remodeling Ventrikel Kiri
Model neurohormonal yang telah dijelaskan di atas gagal menjelaskan progresivitas gagal jantung.
Remodeling ventrikel kiri
yang progresif berhubungan langsung dengan bertambah buruknya
kemampuan ventrikel kiri di kemudian hari. Proses remodeling mempunyai
efek penting pada miosit jantung, perubahan volume miosit dan komponen
nonmiosit pada miokard serta geometri dan arsitektur ruangan ventrikel
kiri.
Kesalahan pengutipan: Tag <ref>
tidak sah; nama tidak sah; misalnya, terlalu banyak
Perubahan Biologis pada Miosit Jantung
- Hipertrofi Miosit Jantung
Peningkatan tekanan pada dinding otot jantung akan memicu timbulnya
hipertrofi dan penimbunan matriks ekstraseluler. Jenis remodeling
ventrikel ini tergantung faktor pemicu. Apabila dipicu oleh peningkatan
volume akan terjadi
hipertrofi eksentrik,
terjadi pemanjangan miosit dengan penambahan sarkomer secara seri
sehingga menimbulkan pelebaran ventrikel kiri. Remodeling yang dipicu
oleh peningkatan tekanan seperti pada hipertensi akan menimbulkan
hipertrofi konsentrik,
terjadi penambahan sarkomer secara paralel, peningkatan area
cross-sectional miosit dan terjadi penebalan dinding ventrikel kiri.
- Perubahan Komplek Kontraksi-Eksitasi
Hal ini ditujukan pada proses biologis yang dimulai dari potensial
aksi kardiak, diakhiri dengan kontraksi dan relaksasi miosit. Pada
gagal jantung, didapatkan potensial aksi yang abnormal diperlambat,
sama halnya dengan penurunan dan ketidakmampuan relaksasi. Ca
2+ intraseluler pada penderita gagal jantung gagal meningkat selama depolarisasi, yang menggambarkan lambatnya pengangkutan Ca
2+
pada aparatus kontraktil (menyebabkan aktivasi yang lambat), diikuti
oleh lambatnya penurunan selama repolarisasi (menyebabkan relaksasi yang
lambat). Pada penderita gagal jantung didapatkan penurunan SERCA2A
(sarcoendoplasmic reticulum Ca
2+ yang menyebabkan penurunan fungsi
transient Ca
2+ dan penyimpanan Ca
2+.
Beberapa penelitian mendapatkan SERCA2A yang normal pada penderita
gagal jantung dengan penurunan kontraktilitas, mungkin terdapat
abnormalitas fungsi molekul lain yang mengatur fungsi SR. Didapatkan
juga penurunan kanal kalsium tipe L (
L-type calcium channel) yang mengurangi kekuatan dan homogenitas pemasukan Ca
2+ dan efeknya pada pelepasan Ca
2+ SR. Selain itu didapatkan peningkatan Na
+/Ca
2+ exchanger, sebagai kompensasi penurunan Ca
2+ karena penurunan aktivitas SERCA2A.
Kesalahan pengutipan: Tag <ref>
tidak sah; nama tidak sah; misalnya, terlalu banyak
Perubahan akibat hilangnya miosit secara progresif melalui proses
nekrosis, apoptosis atau autofagi, akan menyebabkan disfungsi kardiak
yang progresif dan remodeling ventrikel kiri.
Merupakan suatu bentuk kematian sel akibat
injury miosit yang parah. Bentuk nekrosis adalah
ruptur sel,
yang didahului oleh distensi berbagai organel seluler, degradasi DNA
nukleus dan pembengkakan sel yang menyebabkan gangguan membran plasma.
Ruptur sel membran yang terjadi pada nekrosis melepaskan komponen
intraseluler yang akan meningkatkan reaksi inflamasi yaitu terjadi
peningkatan sel granulosit,
makrofaga serta fibroblas yang mensekresi kolagen di sekitar area
injury.
Hasil akhir berupa skar fibrotik, yang akan mengubah komponen
struktural dan fungsional miokard. Nekrosis miosit jantung dapat
disebabkan oleh penyakit jantung iskemik, injuri miokard, zat toksin
(seperti daunorubicin), infeksi dan inflamasi. Mekanisme neurohormonal
(konsentrasi NE, angiotensin II maupun ET) juga dapat menyebabkan
terjadinya proses nekrosis miosit.
Apoptosis atau kematian sel terprogram, merupakan suatu proses yang
dapat menghilangkan sel secara selektif dengan cara bunuh diri. Sel
dapat melakukan apoptosis karena sudah terprogram dalam kode genetiknya.
Walaupun demikian, keadaan patologis seperti iskemi akut maupun
kardiomiopati dilatasi dapat memicu apoptosis secara tidak tepat.
Apoptosis membutuhkan energi dan aktivasi biokimia spesifik sebagai
pemicu kematian sel melalui pola intrinsik maupun ekstrinsik yang akan
mengaktivasi protein kaspase. Apoptosis miosit jantung dapat terjadi
karena aksi
katekolamin pada reseptor beta1 adrenergik, angiotensin II,
spesi oksigen reaktif, NO,
sitokina inflamasi; semua hal tersebut dapat memicu kematian sel terprogram.
Kesalahan pengutipan: Tag <ref>
tidak sah; nama tidak sah; misalnya, terlalu banyak
Merupakan proses seluler homeostatik adalah organel atau protein
tertentu diisolasi oleh vesikel membran ganda, isi vesikel akan
didegradasi oleh lisosom. Jika proses autofagi terjadi pada seluruh sel,
dinamakan kematian sel karena autofagi. Beberapa studi menyebutkan
terjadinya proses autofagi pada penderita gagal jantung.
Kesalahan pengutipan: Tag <ref>
tidak sah; nama tidak sah; misalnya, terlalu banyak
Perubahan Struktur Ventrikel Kiri
Perubahan
struktur ini akan memperburuk keadaan penderita gagal jantung.
Perubahan ini tidak hanya membuat jantung lebih besar akan tetapi juga
mengubah bentuk jantung menjadi lebih sferis, akibatnya ventrikel
membutuhkan energi lebih banyak, hasil akhirnya terjadi peningkatan
dilatasi ventrikel kiri, penurunan
cardiac output maupun peningkatan
hemodynamic overloading.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar