Empat
gugus heme ini dapat bergabung menyusun hemoglobin, molekul dalam sel
darah merah yang berfungsi mengikat oksigen. Sementara vitamin B12
mengandung molekul porfirin dengan ion kobal di tengahnya. Pada klorofil
yang merupakan molekul penting pada tanaman yang menangkap energi
matahari dan memberi warna hijau, molekul porfirin mengikat ion logam
pusat magnesium (Mg).
Sifat khas porfirin:
pembentukan kompleks dengan ion-ion logam yang terikat pada atom N cincin-cincin pirol
Contoh: heme = porfirin + Fe2+
(porfirin besi/heme)
klorofil = porfirin + Mg2+
(porfirin magnesium/klorofil)
Di alam, metaloporfirin terkonjugasi dengan protein membentuk senyawa-senyawa antara lain:
1. Hemoglobin (Hb)
-merupakan porfirin besi yang terikat pada protein globin
-fungsi: mengangkut O2 di darah
2. Eritrokruorin
-terdapat pada beberapa invertebrata
-fungsi: hampir sama dengan Hb
3. Mioglobin
-pengangkut O2 di jaringan otot (pigmen pernafasan)
4. Sitokrom
-fungsi: pemindah elektron pada proses redoks
5. Katalase
-heme + protein
-pemecah 2H2O2 menjadi 2H2O + O2
6. Triptofan pirolase
-mengkatalisa oksidasi triptofan menjadi formil kinurenin
Fungsi porfirin:
1. Membentuk senyawa sebagai pengangkutan O2
2. Membentuk senyawa sebagai pengangkutan elektron
3. Membentuk senyawa sebagai enzim enzim tertentu
Perbedaan antara porfirin satu dengan yang lain adalah jenis
senyawa yang mensubstitusinya
STRUKTUR PORFIRIN
Menyingkat
rumus porfirin dengan menghilangkan jembatan metenil dan setiap cincin
pirol yang diperlihatkan sebagai tanda kurung dengan 8 tanda
substituent.
BIOSINTESA HEME
Ada 2 tahap, yaitu:
1. sintesa porfirin
2. sintesa heme
Selama
proses metabolisme bahan-bahan di atas, pemakaian heme untuk sintesa
sitokrom P 450 meningkat sehingga konsentrasi heme dalam sel menurun
yang menyebabkan meningkatnya amlev sintetase Protoporfirin III + Fe2+
heme sintetase heme ferokelatase (di mitokondria). Sintesa heme terjadi
dalam sebagian besar jaringan mamalia, kecuali eritrosit dewasa (karena
tidak mengandung mitokondria).
Pengendalian biosintesa heme:
Yang pegang peranan adalah amlev sintetase Yang menghambat amlev sintetase:
1. heme
2. apopressor
3. glukosa
4. hematin in vivo
Yang meningkatkan amlev sintetase (karena dimetabolisir di hati dengan menggunakan hemoprotein spesifik, yaitu:
sitokrom P 450 yang dibuat dari heme):
1. insektisida
2. bahan karsinogen
3. obat-obatan (steroid)
4. hormon estrogen
5. besi dalam bentuk chelated
KIMIA PORFIRIN
Porfirin
mengandung nitrogen tersier pada 2 cincin pirolen sehingga bersifat
basa lemah dan adanya gugus karboksil pada rantai sampingnya menyebabkan
juga bersifat asam. Titik isoelektrisnya pada pH 3,0 – 4,0 mudah
diendapkan dalam larutan air Yang berwarna adalah porfirin dan
derivat-derivatnya yang mempunyai spektrum absorbsi pada daerah yang
dapat dilihat dan daerah UV.
Contoh:
larutan porfirin dalam HCl 5% mempunyai pita absorbsi pada 400 nm
disebut PITA SORET (ciri-ciri penting!) Hematoporfirin mempunyai 2 pita
absorbsi yang lebih lemah pada 550 nm dan 592 nm di samping pita soret
-dalam pelarut organik, porfirin menunjukkan 4 pita utama seperti pita
soret.
-bila
dilarutkan dalam asam mineral kuat atau pelarut organik dan kemudian
disinari dengan UV akan memancarkan fluoresensi merah yang kuat untuk
mendeteksi porfirin bebas dalam jumlah kecil.
HEME DISENTESIS DARI SUKSINIL-KoA & GLISIN
Dua
bahan awal sintesis heme adalah suksinil-KoA, yang berasal dari siklus
asam sitrat di mitokondria, dan asam amino glisin. Piridoksal fosfat
juga diperlukan dalam reaksi sintesis heme untuk “mengaktifkan” glisin.
Produk reaksi menggabungkan antara suksinil-KoA dan glisin adalah asam
α-amino-β-ketoadipat, yang cepat didekarboksilasi untuk membentuk
α-aminolevulinat (ALA).
Rangkaian
reaksi ini dikatalisis oleh ALA sintase,yaitu enzim penentu kecepatan
biosintesis porfirin dalam hepar mamlia.sintesis ALA terjadi
dimittokodria.
Pembentukan Heme Memerlukan Penggabungan Besi dengan Protoporforin
Tahap
terakhir sintesis heme adalah penggabungan besi fero dengan
protoporfirin dalam suatu reaksi yang dikatalisis oleh
ferokelatase(hemesintase),yaitu ezim metrokondria yang lain.
Tiga
enzim terakir di jalur ini dan ALA sintase terletak di
metrokondri,sedangkan enzim enzim lain terletak di sitosol.baik bentuk
dari eridtroid maupun non eritroid(housekeeping)dari keempat enzim
pertama ini dapat ditemukan.biosintesis heme terjadi di sebagian besar
sel kecuali eritrosid matang yang tidak mengandung
mitrokondria.namun,sekitar 85% sintesis heme terjadi di sel prekursor
eritroid disumsum tulang dan sebagian besar sisanya di hepatosit.
Porfirin
nogen yang dijelaskan diatas tidaklah berwarna dan mengandung 6 atom
hydrogen tambahan bila dibandingkan dengan porfirin berwarna
padananya.porfirin tereduksi inilah(porfirinogen) dan bukan porfirin
padananya dan yang merupakan zat antara sejati dalam biosintesis
protoporfiirin dan heme.
ALA Sintase adalah enzim regulatorik kunci dalam biosintesis Biosintesis Heme di Hepar
ALA
Sintase terdapat dalam bentuk hepatic (ALAS 1) dan eritroid (ALAS 2).
Reaksi penentu kecepatan dalam sintesis heme di hati adalah reaksi yang
di katalisis oleh ALAS 1 suatu enzim regulatorik. Hemi juga memengaruhi
translasi enzim dan pemindahannya dari sitosol ke mitokondria.
Banyak
obat yang jika diberikan kepada manusia dapat menyebabkan peningkatan
ALAS 1 secara mencolok. Sebagian besar obat ini metabolism oleh suatu
system di hati yang menggunakan hemoprotein spesifik, yaitu sitokrom
P450. Selama metabolisme obat-obat tersebut berlangsung pemakaian heme
oleh sitokrom P450 sangat meningkat sehingga mengurangi konsentrasi heme
intrasel. Penurunan konsentrasi heme intrasel akan memengaruhi
derepresi ALAS 1 yang akan dibarengi oleh peningkatan laju sintesis heme
untuk memenuhi kebutuhan sel.
Regulasi bentuk eritroid
ALAS (ALAS 2) berbeda dari regulasi yang terjadi pada ALAS 1.
Contohnya, enzim ini tidak induksi oleh obat yang memengaruhi oleh ALAS
1, dan enzim ini tadak mengalami regulasi umpan balik oleh heme.
PORFIRIN BERWARNA DAN BERFLUORESENSI
Berbagai
porfirinogen tersebut tidak berwarna, sedangkan semua porfirin
berwarna. Dalam penelitian tentang porfirin atau turunannya, spectrum absorpsi khas
yang diperlihatkan masing-masing dalam region spectrum sinar tampak dan
ultraviolet sangat bermanfaat. Salah satu contohnya adalah kurva
absorpsi untuk suatu larutan porfirin dalam 5 % asam hidroklorida. Jika
porfirin yang dilarutkan dalam asam mineral kuat atau dalam pelarut
inorganic disinari oleh sinar ultraviolet, Porfirin tersebut akan
memancarkan Fluoresensi merah yang kuat. Fluorsensi ini sedemikian
khasnya sehingga sering digunakan mendeteksi adanya sejumlah kecil
porfirin bebas. Ikatan yang menyatukan cincin – cincin pirol diporfirin
merupakan penyebab utama absorpsi dan Fluoresensi khas senyawa golongan
ini; ikatan rangkap ini tidak terdapat dalam porfirinogen.
Hal
yang menarik sifat fotodinamik porfirin adaalah kemungkinan
pemakaiannya dalam terapi kanker jenis tertentu, suatu prosedur yang
disebut fototerapi kanker. Tumor sering membentuk lebih banyak porfirin
disbanding jaringan normal. Jadi, Hematoporfirin atau senyawa terkait
dapat diberikan kepada pasien yang mengidap tumor – tumor tertentu.
Kemudian, tumor diberi laser asrgon yang akan menyebabkan eksitasi
porfirin dan menimbulkan efek – efek sitotoksik.
Spektrofotometri Digunakan untuk Memeriksa Porfirin & Prekursornya
Koporoporfirin
dan Uroporfirin bermanfaat secara klinis karena pada porfiria,
Koproporfirin dan Uroporfirin di ekskresikan dalam jumlah besar. Senyawa
– senyawa ini jika terdapat di urine atau feses, dapat dipisahkan satu
sama lain melalui ekstrasi dengan menggunakan campuran pelarut yang
sesuai. Keduanya lalu di identifikasikan dan dapat diukur dengan metode
spektrofotometri.
ALA dan PBG dalam urine juga dapat diukur dengan uji kolometri yang sesuai.
PORFIRIA ADALAH PENYAKIT GENETIK METABOLISME HEME
Porfiria
adalh sekelompok penyakit yang disebabkan oleh abnormalitas jalur
biosentesis heme; penyakit ini dapat bersifat genetic atau didapat.
Meskipun tidak prevalen, penyakit ini penting diingat dalam keadaan
tertentu. (mis. Sebagai diagnosis banding nyeri abdomen dan pada
berbagai kelainan neuropsikiatrik); jika tidak, pasien akan mendapat
pengobatan yang tidak tepat.
Fotosensitivitas
(lebih senang beraktivitas dimalam hari) dan bentuk tubuh yang aneh
(disfigurement) yang diidap oleh sebagian penderita porfiria
eritropoietik congenital menimbulkan anggapan bahwa para pasien ini
mungkin merupakan suatu prototype werewolf (manusia srigala). Belum ada
bukti yang menguatkan anggapan ini.
Biokomia Mendasari Kausa, Diagnosis, & Pengobatan Porfiria
Dilaporkan
ada enam tipe porfiria yang terjadi akibat berkurangnya aktivitas
enzim-enzim 3 sampai 8. Jadi, pemeriksaan aktivitas satu enzim atau
lebih dengan menggunakan sumber yang tepat (mis. Sel darah merah)
penting dalam menegakkan diagnosis pasti pada kasus yang dicurigai
porfiria. Individu dengan penurunan aktivitas enzim 1 ( ALAS2) mengalami
anemia dan bukan porfiria ( Lihatt table 31-2) pasien dengan aktiviitas
enzim 2 ( ALA2 HIDRATASE ) yang rendah pernah dilakukan tetapi sangat
jarang, kelainan yang timbul disebut porfiria deisien-ALA dehidratase.
Secara
umum, porfiria diwariskan melalui autosom dominan dengan pengecualian
porfiria eritropoetik congenital yang diwariskan secara resesif sebagian
porfiria dapat didiagnosi sebelum kehamilan dengan menggunakan pelacak
gen yang sesuai, seperti kebanyakan kelainan bawaan lain gejala dan
tanda porfiria timbul akinat adanya defisiensi produk metabolic setelah
blob enzimatik akibat penimbunan metabolic sebelum blog enzimatik. Jika
kelainan enzim terjadi pada awal jalur reaksi sebelum terjadinya
porfirinogen ALA dan PBG akan menumpuk di jaringan dan cairan tubuh
secara klinis pasien mengeluh nyeri abdomen dan gejala neuropsikiatrik,
dipihak lain blogenzim yang terjadi belakangan dalam jalur reaksi
tersebut menyebabkan penimbunan berbagai porfirinogen. Produk-produk
oksidasi yaitu turunan porfirin padanannya menyebabakan fotosensitifitas
yakni suatu reaksi terhadap sinar tamapk terpancar gelombang sekitar
400nm porfirin jika terpajang dengan sinar berpanjang gelombang ini,
diduga akan tereksitasi dan kemudian bereaksi dengan molekul oksigen
untuk membentuk radikal oksigen. Radikal oksigen ini merusak lisosom dan
organ lain. Lisosom yang rusak akan membebaskan enzim-enzim degradatif
dan menyebabkan kerusakan kulit dalam derajat yang berfariasi termasuk
pembentukan jaringan parut.
Porfiria
dapat diklasifiikasikan berdasarkan organ atau sel yang paling terkena
dampaknya.organ atau sel ini biasanya adalah organ atau sel yang
menyintesis heme dengan sangat aktif.sumsum tulang membentuk cukup
banyak hemoglobin,dan hepar juga aktif dalam menyintesis hemoprotein
lain,sitokrom P450.oleh karena itu,salah satu klasifikasi porfiria
nenbagi penyakit ini menjadi eritropoietik atau hepatic.
ALASI
adalah enzim regulatorik kunci jalur biosintesis heme di hati.sejumlah
besar obat(mis.barbiturat,griseofulvin)memici enzim.sebagian besar obat
ini melakukannya dengan menginduksi sitokrom P450 yang menggunakan heme
sehingga menderepresi (menginduksi) ALASI.pada pasien
porfiria,peningkatan aktifitas ALASI menyebabkan peningkatan kadar
berbagai precursor heme (sebelum hambatan/blok sintesis) yang
berpotensi merugikan. Jadi,konsumsi obat yang dapat memicu sitokrom P450
(yang di sebut sebagai penginduksi mikrosom) dapat memici serangan
porfiria.
Diagnosis
tipe tertentu porfiria umumnya dapat di tegakkan berdasarkan gambaran
klinis dan riwayat keluarga,pemeriksaan fisik,dan pemeriksaan
laboratorium yang sesuai.
Timbal
berkadar tinggi dapat memengaruhi metabolism heme dengan berikatan pada
gugus SH enzim misalnya ferokelatase dan ALA dehidratase. Hal ini
memengaruhi metabolism porfirin. Kadar protoporfirin meningkat di sel
darah merah,dan kadar ALA dan koproporfirin di urine meningkat.
Diharapkan bahwa di masa mendatang porfiria dapat di tingkat gen. prinsip dasar terapi porfiria adalah simtomatik.
KATABOLISME HEME MENGHASILKAN BILIRUBIN
Jika
hemoglobin dihancurkan,globin akan di urai menjadi asam-asam amino
pembentuknya yang kemudian dapat di gunakan kembali, dan besi heme
memasuki kompartemen besi (juga untuk didaun ulang) bagian porfirin yang
bebas-besi juga diuraikan, terutama di sel repikulo endotel hati, limfa
dan sumsum tulang. Kata bolisme heme dari semua protein heme tampaknya
dilaksanakan difraksi mikrosom sel oleh suatu sistem enzim ko0mplek yang
disebut heme oksigenase. Pada saat heme yang berasal dari protein heme
mencapai sistem oksigenase, besi tersebut biasanya telah dioksidasi
menjadi bentuk feri, yang membentuk hemen. Sistem heme oksigenase adalah
sistem yang dapat di induksi oleh substrat. Besi fero kembali
dioksidasi menjadi bentuk feri. Dengan penambahan oksigen lain, besi
feri dibebaskan dan karbon monoksida dihasilkan serta terbentuk
biliverdin dari pemecahan cincin tetrapirol dengan jumlah molar yang
setara. Diperkirakan bahwa 1 g hemoglobin menghasilkan 35 mg bilirubin.
Pembentukan belerubin harian pada orang dewasa adalah sekitar 250-350 mg
yang terutama berasal dari hemoglobin meskipun ada juga yang diperoleh
dari eritropoiesis inefektif dan berbagai protein heme lain, misalnya
sitokrom P450. Perubahan kimia heme menjadi bilirubin oleh sel
retikuloendotel dapat diamati in vivo sebagai warna ungu heme dalam
hematom yang secara perlahan berubah menjadi pigmen kuning bilirubin.
Bilirubin yang dibentuk di jaringan perifer diangkut ke hati oleh
albumin plasma. Metabolisme bilirubin selanjutnya, berlangsung terutama
dihati. Metabolism ini dapt dibagi menjadi tiga proses:
- Penyerapan bilirubin oleh sel parenkim hati
- Konjugasi bilirubin dengan glukuronat di retikulum endoplasma
- Sekresi bilirubin terkonjugasi kedalam empedu.
HATI MENYERAP BILIRUBIN
Bilirubin
hanya sedikit larut dalam air, tetapi kelarutannya dalam plasma
meningkat oleh pembentukan ikatan non kovalen dengan albumin. Sejumlah
senyawa, misalnya antibiotik dan obat lain bersaing dengan bilirubin
untuk menempati tempat pengikatan berafinitas tinggi di albumin. Jadi
dsenyawa – senyawa ini dapat menggeser bilirubin dari albumin dan
menimbulkan dampak klinis yang signifikal. Di hati, bilirubin
dikeluarkan dari albumin dan diserap pada ,permukaan sinusoid hepatosit
oleh suatu sistem yang diperantarai oleh suatu sistem kareier perantara
yang dapat jenuh. Sistem transpor terfasilitasi ini memiliki kapasitas
yang sangat besar, bahkan pada kondisi patologi sekalipun, sistem ini
masih dapat membatasi laju metabolisme bilirubin.
Karena
sistem transpor terfasilitasi ini memungkinkan tercapainya keseimbangan
antara kedua sisi membran hepatosit, penyerapan netto bilirubin
tergantung pada pengeluaran bilirubin melalui jalu-jalur metabolik
berikutnya. Setalah masuk kedalam hepatosit, bilirubin berikatan dengan
protein sitosol tertentu yang membantu senyawa ini tetap larut sebelum
dikonjugasi. Liganding (Anggota famili glutation S-transferase) dan
protein Y adalah protein-protein tang berperan. Keduanya juga membantu
mencegah aliran balik bilirubin kedalam aliran darah.
Konjugasi Bilirubin dengan Asam Glukuronat Terjadi diHati
Bilirubin
bersifat non polar dan akan menetap disel (misalnya terikat pada lipid)
jika tidak dibuat llarut air. Hepatosit mengubah bilirubin menjadi
bentuk polar yang mudah diekskresikan dalam empedu denga menambahkan
molekul asam glukurinat kesenyawa ini. Proses ini disebut konjugasi dan
dapat menggunakan molekul polar selain asam glukuronat (misalny sulfat).
Konjugasi
bilirubin dikatalisis oleh suatu glukuronosiltranferase yang spesifik.
Enzin ini terletak di retikulum endoplasma, menggunakan UDP asm
glukuronat sebagai donor glukuronosil, dan disebut sebagai bilirubin
UGT. Bilirubin monoglukuronida adalah zat antara dan kemudian diubah
menjadi diglukuronoda. Aktifitas bilirubin UGT dapat diinduksi oleh
sejumlah obat yang bermanfaat secara klinis, mencakup fenobarbital.
Bilirubin Disekresikan ke Dalam Empedu
Sekresi
bilirubin terkonjugasi kedalam empedu terjadi oleh suatu mekanisme
transpor aktif yang menetukan laju keseluruhan proses metabolisme
bilirubin dihati.
Protein
yang berperan adalah MRP-2 (multidrug resistancelike protein) yang juga
disebut multispesific oganic anion transporter (MOAT). Protein ini
terletak dimembran plasma kanilukulus empedu dan menangani sejumlah
anion organik. Protein ini meruoakan anggot famili transporter ATP
binding cassette (ABC). Transpor bilirubin terkonjugasi dihati kedalam
empedu dapat diinduksi oleh obat-obatan yang juga mampu menginduksi
konjugasi bilirubin. Jadi, sistem konjugasi dan ekskresi untuk bilirubin
bertindak seperti satuan unit fungsional terpadu.
Biliruin terkonjugasi direduksi manjadi urobilinogen oleh bakteri usus.
Sewaktu
bilirubin terkonjugasi mencapai ileum terminal dan usus besar,
glukurodina dikeluarkan oleh enzim bakteri khusus (β-glukuronidase), dan
pigmen tersebut kemudian direduksi oleh flora feses. Flora feses
menjadi sekelompok senyawa tretrapirol tak berwarna yang disebut
urobilinogen. Di ileum terminal dan usus besar, sebagian kecil
urobilinogen direabsorpsi dan dieksresi ulam melalui hati sehingga
membentuk siklus urobilinogen enterohepatik. Pada keadaan abnormal,
terutama jika terbentuk pigmen empedu dalam jumlah berlebihan atau
terdapat [penyakit hati yang mengganaggu siklus intra hepatik ini,
urobilinogen juga dapat diekskresikan ke urine.
Pada
keadaan normal, sebagian besar urobilinogen yang tak berwarna dan
dibentuk dikolon oleh klorafeses mengalami oksidasi disana menjadi
urobilin (senyawa berwarna) dan diekskresikan ditinja. Bbertambah
gelapnya tinja ketika terkena udara disebabkan oleh oksidasi urobilin.
HIPERBILIRUBINEMIA MENYEBABKAN IKTERUS
Jika
bilirubin darah melebihi 1 mg/dL (17,1 µmol/L), hiperbilirubinemia akan
timbul. Hiperbilirubinemia dapat disebabkan oleh pembentukan bilirubin
yang melebihi kemampuan hati normal untuk mengekskresikannya, atau
disebabkan oleh kegagalan hati (karena rusak) untuk mengekskresikan
bilirubin yang diproduksi dalam jumlah normal. Tanpa adanya kerusakan
hati, obstruksi saluran ekskresi hati – dengan menghambat ekskresi
bilirubin – juga akan menyebabkan hiperbilirubinimenia. Pada semua
keadaan ini, bilirubin tertimbun didalam darah, dan jika konsentrasinya
mencapai nilai tertentu (sekitar 2-2,5 mg/dL), senyawa ini akan
berdifusi kedalam jaringan yang kemudian menjadi kuning. Keadaan ini
disebut ikterus atau jaundice.suatu saat van den bergh secara tidak
sengaja lupa menambahkan metanol ketika berupaya memeriksa pigmen empedu
didalam empedu manusia. Dengan terkejut, pembentukan warna normal
terjadi “ secara langsung”. Bentuk bilirubin yang akan bereaksi tanpa
penambahan metanol ini kemudian dinamai bilirubin yang “ bereaksi
langsung”. Untuk biblirubin yang dapat di ukur hanya setelah penambahan
metanol ini, kta menggunakan istilah “ bereaksi tak langsung”.
Hiperbilirubinemia dapat diklasifikasikan, bergantung pada jenis
bilirubin yang ada diplasma—yi. Tak-terkonjugasi atau
terkonjugasi-menjadi hiperbilirubinemia retensi, akibat produksi
berlebihan, atau hiperbilirubinemia regurgitasi, akibat refluks kedalam
aliran darah karena obstruksi empedu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar